Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan
pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran
serupa:
- LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
- Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).
- Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
- Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
- Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
- Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
- Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.
- Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
- Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
- Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
- LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
- LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” (Sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).
LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah
Lubis adalah “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga
langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang
dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan
mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu
tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia
dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan
kepadanya itu”. (Drs. Imran AM. Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal.24).
Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah Nurhasan Ubaidah Lubis.
Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
yang memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya
hendaklah memelihara apa yang didengarnya itu, kemudian disampaikan
kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem berikan Ijazah kepada para
sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا، ثُمَّ أَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا .
Artinya: “Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya (kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar.” (Syafi’i dan Baihaqi)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan
kepada orang yang mau mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan
kepada orang lain seperti yang ia dengar. Adapun cara bagaiman atau alat
apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-haditsnya itu tidak
ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan
radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis
terlihat mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak
dipengaruhi oleh pikiran orang lain, sehingga sangat tergantung dan
terikat denga apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan Ubaidah). Padahal
Allah SWT menghargai hamba-hambanya yang mau mendengarkan ucapan, lalu
menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-Nya:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ(17)
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو
الْأَلْبَابِ(18)
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya
dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu
sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az-Zumar [39] : 17-18)
Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul
dalam mempelajari agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan
perkataan, hanya saja harus mengikuti yang paling baik. Itulah
ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus mengikuti manqul
dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz,
setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan
harus/wajib manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang
tidak punya akal. (Lihat Buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).
Intinya, berbagai kesesatan LDII telah nyata di antaranya:
- Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII.
- Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk).
- Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya
mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan
Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur
Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di
akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII
bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu
dusta alias bohong.
***
Diskrispi tentang LDII
LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan
Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kec.
Purwoasri,. Kediri Jawa Timur, Indonesia, tahun 1915 M (Tahun 1908
menurut versi Mundzir Thahir, keponakannya).
Faham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam
Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik
Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971
tanggal 29 Oktober 1971). Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan
dengan Darul Hadits/Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh
Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang
tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan
Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972, tanggal ini
dalam Anggaran Dasar LDII sebagai tanggal berdirinya LDII. Maka perlu
dipertanyakan bila mereka bilang bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan
LEMKARI atau nama sebelumnya Islam Jama’ah dan sebelumnya lagi Darul
Hadits.). Pengikut tersebut pada pemilu 1971 mendukung GOLKAR.
Nurhasan Ubaidah Lubis Amir (Madigol) bertemu dan mendapat konsep
asal doktrin imamah dan jama’ah (yaitu : Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat)
dari seorang Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Wali al-Fatah, yang
dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para jama’ah termasuk sang
Madigol sendiri. Pada waktu itu Wali al-Fatah adalah Kepala Biro Politik
Kementrian Dalam Negeri RI (jaman Bung Karno). Aliran sesat yang telah
dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono
Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa
Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis
Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti
nama atas anjuran Jenderal Rudini (Mendagri) dalam Mubes ke-4 Lemkari di
Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, 21 November 1990 menjadi LDII (Lembaga
Dakwah Islamiyah Indonesia). (Lihat Jawa Pos, 22 November 1990, Berita
Buana, 22 November 1990,
Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 265, 266, 267).
Semua itu digerakkan dengan disiplin dan mobilitas
komando “Sistem Struktur Kerajaan 354″ menjadi kekuatan manqul,
berupa: “Bai’at, Jama’ah, Ta’at” yang selalu ditutup rapat-rapat dengan
system: “Taqiyyah, Fathonah, Bithonah, Budi luhur Luhuring Budi
karena Allah.” (lihat situs: alislam.or.id).
Penyelewengan utamanya: Menganggap Al-Qur’an dan As-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang
keluar dari mulut imam atau amirnya), maka anggapan itu sesat. Sebab
membuat syarat baru tentang sahnya keislaman orang. Akibatnya, orang
yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis (Lihat surat
21 orang dari Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar
ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul
Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
Itulah kelompok LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang dulunya
bernama Lemkari, Islam Jama’ah, Darul Hadits pimpinan Nur Hasan Ubaidah
Madigol Lubis (Luar Biasa) Sakeh (Sawahe Akeh/sawahnya banyak) dari
Kediri Jawa Timur yang kini digantikan anaknya, Abdu Dhohir. Penampilan
orang sesat model ini: kaku–kasar tidak lemah lembut, ada yang
bedigasan, ngotot karena mewarisi sifat kaum khawarij, ada doktrin bahwa
mencuri barang selain kelompok mereka itu boleh, dan bohong pun biasa;
karena ayat saja oleh amirnya diplintir-plintir untuk kepentingan
dirinya. (Lihat buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001).
Modus operandinya: Mengajak siapa saja ikut ke
pengajian mereka sacara rutin, agar Islamnya benar (menurut mereka).
Kalau sudah masuk maka diberi ajaran tentang shalat dan sebagainya
berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam
model manqul itulah yang sah, benar. Hanya jama’ah mereka lah yang
benar. Kalau menyelisihi maka masuk neraka, tidak taat amir pun masuk
neraka dan sebagainya. Pelanggaran-pelanggaran semacam itu harus ditebus
dengan duit. Daripada masuk neraka maka para korban lebih baik
menebusnya dengan duit.
Dalam hal duit, bekas murid Nurhasan Ubaidah menceritakan bahwa dulu
Nurhasan Ubaidah menarik duit dari jama’ahnya, katanya untuk saham
pendirian pabrik tenun. Para jama’ahnya dari Madura sampai Jawa Timur
banyak yang menjual sawah, kebun, hewan ternak, perhiasan dan sebagainya
untuk disetorkan kepada Nurhasan sebagai saham. Namun ditunggu-tunggu
ternyata pabrik tenunnya tidak ada, sedang duit yang telah mereka
setorkan pun amblas. Kalau sampai ada yang menanyakannya maka dituduh
“tidak taat amir”, resikonya diancam masuk neraka, maka untuk
membebaskannya harus membayar pakai duit lagi.
Kasus tahun 2002/2003 (disebut kasus Maryoso) ramai di Jawa Timur
tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan
dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan.
Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat
sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian,
duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para
korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. (Sumber Radar Minggu,
Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII
dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004)
Lihat pula tulisan yang dikutip oleh nahimunkar.com dengan judul : Keluar dari Kubangan Sesat Jamaah Galipat Burengan Kediri